Pink:

Kumpulan puisi Rida: November 2011

Selasa, 29 November 2011

LUKISAN SENYUM

Carilah yang kelabu diantara yang hitam
Carilah yang putih diantara yang kelabu
dan carilah yang terputih diantara yang putih

jika sudah kau temukan
Gambarlah senyum yang terindah diatasnya
lalu
langkahkan kakimu kesana
petiklah setangkai melati
setangkai melati yang terindah yang pernah ada
tutup mata hatimu
untuk tak menengok lukaku
karena luka ini tak seharusnya ada
tutup mata hatimu
untuk tak melihat tangisku
karena tangis ini tak seharusnya ada
setetes air mata ini hanya untuk bahagiamu

Kau lihat..
lukisan di dinding itu..
sebuah lukisan senyum
karena hanya akan kulukis senyum untukmu

namun
jika suatu saat nanti kau lelah
dan kau tak temukan melati terindah yang pernah ada
tengoklah lukisan di dinding itu
dan kau pun tahu
senyumku hanya untukmu
Teman selamanya

CERITA DALAM DIAM

Telah kukatakan untuk berapa lama
bertanya pada hati sendiri
Mengapa surga kusembunyikan?
Mengapa diam tak kulagukan?
Apa yang tersimpan dalam diamku?Gemuruhkah?
Hanya aku yang tahu

Diamku adalah gemuruh
adalah mahkota di persadamu
adalah dendang yang tak pernah bertalu

Seharusnya tak perlu kutanyakan
Aku seorang pertiwi
yang hanya bisa bercerita dalam diam

TAPAK KAKIKU ADALAH KERAMAT

Pandanganku adalah tombak
Suaraku adalah kilat
Tapak kakiku adalah keramat
Siapa berani?
Dekatkan diri
Bukalah kepalan tanganku
yang siap menghantammu
Patahkan belatiku
yang pernah menusuk jantung ibumu

Tak layak menyerahkan diri pada kedukaan abadi
Lawanlah aku
hentikan detak jantungku
bila dunia masih milikmu

MENCARI JATI DIRI

Sendiri
ya... aku sendiri
berlari lari kecil
tanpa tujuan kemana aku pergi
Aku menangis
tak tahu apa yang kutangisi
Aku termenung
tak tahu apa yang kurenungkan

Aku
yang terselubung kabut putih itu
sekiranya dapat menghempaskan diri
pada salju yang tak putih lagi
sekiranya dapat kudaki gunung itu
akan kutanyakan pada bapakku
tentang diriku selama ini

tentang diriku yang tak pernah kumengerti
bersama teka teki itu

FATAMORGANA

Pagi adalah senyumku
Siang adalah amarahku
Malam adalah dukaku

Kini kutahu
Kasihku adalah pagi yang renyah
Dendamku adalah siang yang memerah
Dukaku adalah malam yang sendu
Tahukah kau
Aku enggan berada diantara ketiganya
sebab kutahu
itu hanya fatamorgana

RINDUKU

Bertiuplah angin
goyangkan embun di ujung daun itu
Reduplah malam
temani aku dalam lurah kedinginan
jatuhkan tetes air di keladi
menembus sukma yang tak sanggup kupendam

Bergetarlah awan
teriakkan cerita yang kubisikkan
semburkan percikan halus pada Nya
setetes...
sebutir...
setegukpun tak mengapa

AKU TAK INGIN KEMBALI

Tuan.....
jelagaku telah pergi
dalam serpihan serpihan tercatat
Malamku telah pergi
Pagiku tiba
Aku tak ingin kembali
hanya untuk segenggam debu debu hitam
Aku tak ingin kembali
hanya untuk cambukan terali terali itu
Biarkan aku berlari
Biarkan aku pergi
menyususri lembayung merah terhampar

Genggamlah tanganku
Bawalah aku pergi
dari rumah rumah hantu itu

Telah berapa kali kukatakan
Aku tak ingin kembali
Pada malamku yang gulita
sebab pagiku telah tiba

HANTU

Bau amis mayat mayat tergeletak
karena kau menghisap darahnya
Bagai makhluk malam mencari mangsa
hidup di dahan dahan pohon
hidup di atap atap rumah

Sampai hati
Kau membiarkan mayat mayat itu membusuk
Amarah...?
Dendam...?
Itukah sebabnya...?
hingga tak kau sisakan setetes darah mereka
Kau memang hantu 

HANYA SEPENGGAL CERITA

Hanya sepenggal cerita
yang ingin aku kisahkan
Acapkali kurangkai perkataan
disertai damba dan larang

Kuikuti pijakan Tuan
yang meninggalkan nestapa
Kuikuti perkataan Tuan
yang tak kenal rangkaian

Pergi...pergi
jauhkan diri
Dengan sombong Tuan katakan
"Bising sekali teriakan orang orang itu, membuat tidurku tak nyenyak"
Akh...ternyata cerita itu membuat jantung Tuan tak normal lagi

MARAH PADA MARAH

Dalam riungan malam
aku bertanya
Detak siapa yang ada dalam jantungku?
Damak siapa yang tertanam di hatiku?
Mengapa aku marah?
Marah pada siapa?
Marah pada marah!!?

HARAPKU

Selalu kulukis sebuah senyum
tatkala nama itu bergema di jantungku
seperti biasanya
renyah...mendesah...lembut
selembut rinduku
Namun...
dari ngarai yang sangat dalam
sebuah tangan kasar menggenggam kaki kecilku
yang melangkah ke arahmu
sebutir air bening menetes di pipiku
jatuh..menyentuh
melepaskan genggaman itu
Aku pun berlari
mengejar mentari pagi
Kurangkai jemariku
tuk menyibak sehelai sutra hitam
yang selama ini melekat di wajahmu
Namun...
seribu tombak menancap di dadaku
saat kutahu
setangkai kembang merah
terselip diantara jemarimu
terlihat
setetes embun tersenyum di atasnya
sebagai tanda
kembang itu baru kau petik tadi pagi
aku terdiam...terpaku...bisu dan membeku

Ahk...
mampukah sutra sutra halusmu
kuikat dengan benang benang putihku
akankah kembang putihku
lebih indah dari kembang merah?

APA YANG DAPAT KUPERBUAT

Apa yang dapat kuperbuat
jika laut tercemari kemunafikan?
Apa yang dapat kuperbuat
jika udara tercemari kebohongan?
Sedangkan...
sebelum aku melihat
mataku buta
sebelum aku protes
mulutku gagu
sebelum aku berjalan
kakiku lumpuh
Tuanku
mendekatlah...!!!
tataplah mataku....tataplah mataku
dan jawablah
Mungkinkan aku terdengar dalam diammu?
tidak...itu tidak mungkin
Tuan tak mungkin mendengar dan melihat
sebab kutahu
Tuan tuli dan buta

BIARKAN AKU TERSENYUM

Pagiku belum tiba
Malam pun belum berlalu
Aku termenung
mengintip detak jantungku
dan menyibak sebuah khayal

Sebutir embun merambat pelan enggan berjalan
Menyusuri daun daun yang mulai renyut
mencatat tulisan khayalku

Andaikan bidaku seorang perkasa
kan kubagi dunia menjadi dua
Biarkan mentari tetap bersinar dalam biahnya
dan
biarkan dingin tetap berburu dalam gelap malam
Biarkan aku tersenyum
sebab kutahu senyummu hanya untukku

SYAIRKU

Senja yang redup
telah mengingatkan bisikan itu
Telah memaksaku
meneriakkan diam setiaku
lalu
Kukumpulkan syair syairku yang tercecer
di lembah lembah syair
kurangkai dengan benang emas
kulantunkan dengan salung sumbangku

Tuanku
telah kubuat sampan dari permata
untuk kau kayuh
Telah kubuat tangga dari salju
untuk kau pijak
sayang...
kau bukan Tuanku
Saat ini
dari lubuk hati yang paling dalam
aku minta maaf
telah membangunkan gemuruhmu

BATARI

Kiranya tolong sampaikan atas Dewi Abadi
Sesungguhya...
Pagi tadi ia telah membasuh tangannya dengan kabut putih
Kiranya tolong sampaikan atas Ratu Sejati
Sesungguhnya...
Siang tadi ia telah memapah mentari
Kiranya tolong kisahkan atas Batari Baik Hati
Sesungguhnya...
senja tadi ia telah mengisi lembah lembah hampa
Kiranya tolong ceritakan atas Dewi, Ratu dan Batari Bumi
Sesungguhnya
malam ini pun ia tetap abadi

Wahai kembang kembang kuncup
Durga, Shinta, Maharani telah terjelma
Telapak untuk pijakan telah terlukis
Kebanggaan mengalun.... merambat merdu pelan tak mengusik
Tundukkan kepala kita pun abadi
Batariku
Sebuah sajak kucatatkan tuk mengungkap rasa yang menyendat
Tuk membalas kasih yang tak mungkin kubalas
Kiranya hanya ini yang dapat aku sampaikan
Selalu ini dan mungkin terus begini
meski bukan ini mauku...maumu...mau kita bersama

Senin, 28 November 2011

Selalu ada.... di sini


aku tidak tahu
apakah Tuhan mengujiku
ataukah Tuhan sedang menyiksaku
dengan membuat ini selalu ada di sini
aku seorang yang kuat
jarang  aku mengeluh
aku seorang yang kuat
satu tetes air mata hanya untuk sesuatu yang berarti
lantas..
apa semua ini?
apakah Tuhan mengujiku
ataukah Tuhan sedang menyiksaku
kenapa begitu banyak keluhan
kenapa begitu banyak air mata yang menetes
hanya satu yang akan aku tanyai tentang semua ini
tak akan pernah aku bertanya pada yang lain
jadi...apa semua ini ya Tuhan?
Kenapa selalu ada.... di sini

DUNIA BARU KITA

Dalam seribu bintang ada satu senyumku,
mengelabui tatapan mata telanjang
Dalam satu rembulan ada seribu luka...dari kumpulan luka luka manusia

Dengarlah kawan....
tak layak menitipkan diri pada sepi abadi..jika masih ada burung yang bisa bernyanyi
tak layak membungkam dalam jerit dan ratapan
jika kata tidak dibatas suara

Sudah kukatakan lukaku menganga
Mengapa kau meratapinya?
Sudah kukatakan hatiku terluka
Mengapa kau menangisinya?

Bukankah sudah pula kau katakan
seribu duka,seribu luka,seribu duri,seribu kata ada bayang. Tak ingatkah??

Sudah kukatakan aku tak ingin bicara
Mengapa kau diam?
Sudah kukatakan aku takkan menangis
Mengapa kau...??

Dalam setia ada janji, dalam bunga ada duri,dalam cinta ada makna,
dalamku ada..Kau.

Senin, 07 November 2011

SEPUTIH SALJU

*Shubuh datang lebih pagi
  malam damai dalam gelapnya
  siang tersenyum
  dan prajuritpun tak lagi menguap
*ketika hujan menjelma menjadi embun
  saat segumpal salju tak lagi beku
  mengalir dalam sungai-sungai baru
*Putih putihlah saljuku
  sejukkan dunia yang terpanggang
  abadikan kedua belas mata air Gurun Sinaiku
*Bukan mati bersamanya yang kuinginkan
                     Tapi
  Hatiku tetap putih seputih salju
 Saat kau berlalu ya...Ramadhan

MAAFKAN AKU

Telah kubujuk sepimu
dalam redupnya senja
Tuanku.....
palingkan wajahmu sejenak
hanya sekejap
Dengarlah apa yang kubisikkan

Aku tak bisa berdiri tegak seperti Tuan
aku tidak bisa berjalan seperti Tuan
Kakiku lumpuh
Ladangku kini tandus
Sungaiku kini kering
Maafkan aku
Jika tak menuruti telapak kakimu
Sungguh kutakmengerti
Maafkan aku Tuan

KELUHKU

Sekali nafasku sesak
saat kebisuan mereka merangkai keluhku
mereka dan engkau tak dengar detak jantungku
              Bapak
sehelai rambut hitam legam
tlah kulipat dalam genggaman
agar kau tahu
mereka tlah memaksaku
   katakan padanya
   tentang keluhmu
jangan kau paksa lidahku yang kelu
tuk meneriakkan bisumu
karena kau tau
   kembang-kembangku telah luruh tadi malam
   Apakah kembang di perpaduanmu tlah layu?
Akan kureguk darahmu
agar kau kisahkan padanya tentang cerita kita
sekali lagi kuminta
Katakanlah!!
Sebagai bukti
Bahwa detak jantungmu bukanlah kematian

SESAL

Kusesalkan malam begitu dingin
sehingga aku tak sanggup mendekapnya
kusesalkan mentari tiba
sehingga malamku lenyap

Berulang kutiup salungku
sang tuhu berlalu tak menyapa
Wahai alangkah kusesalkan
Mengapa kusimpan diam?
Walaupun aku simpan diam
mereka tau apa yang tersimpan dalam diamku

Akankah kubisikkan pada angin-angin?
haruskah kuteriakan pada Tuanku?
Atau....
Kutitipkan pada sungai sungai yang putih

Tapi...untuk saat ini
Biarlah aku meniup salungku
Untuk menggugah sang Tuhu

INILAH AKHIR CERITA

Inilah akhir cerita
di dalam satu kisah dua jiwa
menempuh cita yang tercatat dikala cerita mulai memikat
Tiada tau akan berita
tersudut di titik yang mulai mematung dalam satu dunia
menopang dagu menata hari yang mulai tiada
Inilah akhir cerita
terbangun sekejap di depannya
tiada awan berarak
terlalu muda sang waktu mengakhiri cerita
tak ada makna dalam air mata kita
Inilah akhir cerita
tak ada yang mau bicara menghasut masa
tiada bergeming
Di sudut mana kita menerka
inilah awal cerita
tak bisa kita bicara
karena inilah akhir cerita
tak ada cerita baru